Saduran dari mail Wisnu Pramudya di milis Kibar:
Menurut buku-buku sejarah Aceh yang ada, juga menurut almarhum Prof Ali Hasjmi, Kesultanan Samudera Pasai dan Kesultanan Perlak dalam konstitusinya secara formal menyebutkan afiliasi dan pengakuan pada kepemimpinan Kekhalifahan Utsmani.
Masjid Raya Banda Aceh (sebelum dibakar oleh penjajah Belanda, dan lalu dibangunnya lagi) pada zaman Aceh Daarussalaam dikelilingi oleh Universitas Islam Internasional yang sebagian guru-guru besarnya datang dari Turki Utsmani. Begitu juga Akademi Militer Aceh Darussalaam memiliki puluhan perwira Angkatan Bersenjata Turki Utsmani yang digilir sebagai instrukturnya. Sisa-sisa komunitas keturunan Turki Utsmani masih bisa dilihat dari orang-orang Aceh di Aceh Tengah (Tanah Gayo) yang mirip orang Eropa.
Jadi, Samudera Pasai dan Perlak memang berdiri sendiri tetapi mereka mengakui kepemimpinan Turki Utsmani. Wacana Negara-Bangsa yang dibatasi letak geografis di masa itu belum ada di kalangan dunia Islam. Satu-satunya wacana yang ada waktu itu adalah konsep “wihdatul ummah”. Kalaupun interaksi kerajaan-kerajaan Islam itu dengan Turki Utsmani tidak seintensif seperti dengan Aceh itu semata-mata karena keterbatasan teknologi komunikasi saja. Wacana Negara-Bangsa yang dibatasi letak geografis baru muncul di kalangan dunia Islam sesudah bangsa-bangsa Muslim dijajah.