Tag: malang

Jalan-Jalan ke Malang

Dalam break antara sesi diskusi Dave Bowler Februari lalu, sebuah telefon masuk. Nomor Malang. Dan di ujung sana — sebuah surprise — suara Pak Sholeh. Beliau mengajak sesekali menjenguk kampus Brawijaya, kalau sedang kebetulan ke Jawa Timur. Antara Februari sampai Mei itu, aku sudah melintasi garis khatulistiwa dan garis bujur 0 derajat. Aku juga sudah menghampiri — biarpun belum menembus — batas barat dan timurku (Cardiff kira2 sejajar Lannion dan masih kurang barat dibandingkan Glasgow; juga Mactan masih 1 derajat kurang timur dibanding Minahasa). Tapi ternyata belum sampai juga aku ke Jawa Timur.

Akhirnya, aku menyengaja datang ke Malang tanggal 19 Juni 2010 – berultah di kota yang sempat membesarkanku :). M Ary Mukti langsung bersedia bergabung – kebetulan ada kompetisi robotika antar kampus yang diselenggarakan di Malang. Dan yang menarik, Arief Hamdani juga berminat bergabung. Waktu diarrange bersama Pak Sholeh. Trus memilih transportasi. Tak banyak waktu luang di pertengahan tahun ini. Jadi aku harus berangkat pada Hari-H itu juga. Arief Hamdani sempat naik kereta pada H-1, sementara Ary Murti sudah dari H-2 ada di Malang buat bermain2 dengan robot2nya.

Dini hari, aku sudah meluncur ke Soekarno-Hatta Airport (CGK). Masih dengan nada kelelahan dari hari2 sebelumnya. Sarapan sebentar di Sunda Kelapa Lounge (dan ketemu Rakhmat Januardi, juga alumnus Unibraw), aku langsung boarding. Dan bukan pertama kali aku tertidur justru waktu pesawat selesai proses taxi dan sedang tinggal landas. OK, jadi aku tak merasai lompatan sang Garuda. Aku terbangun di atas Jakarta Timur. Notebook dibuka, dan presentasi dibereskan. Ini adalah gabungan dari presentasi2 IEEE sebelumnya, ditambah dengan ikhwal New Convergence. Aku review sebentar, saat pemandangan yang akrab di mataku tampil di luar jendela. Hey, itu Mt Semeru! Cuaca cerah, hingga Mt Semeru tampak di jendela. Nampaknya pesawat memasuki landasan ini dari arah Selatan :). Landasan Abdurrachman Saleh (MLG) ini pendek, tetapi Garuda mendarat dengan percaya diri, tanpa hentakan.

Ini perjalanan pendek. Tapi aku bawa 1 luggage. Dan beratnya mendekati batas berat luggage untuk kartu GFF Platinum, yaitu 30kg. Aku memang iseng membawai jurnal2 IEEE Communications dan IEEE Internet Computing beberapa tahun terakhir ini ke Malang buat oleh2. Plus 2 DVD berisi berbagai proceeding. Tentu berat :). Menyeret luggage antik ini, pandangan tertumbuk ke senyum Pak Sholeh. Dan di sebelahnya: Pak Chairuzzaini :). Wow, kejutan!

OK, orang2 ini special buat aku. Pak Sholeh adalah satu dari penguji skripsiku. Dan bukan penguji yang murah hati. Tapi beliau mengasah skripsiku jadi lebih tajam dan membuat aku suka membacanya lagi :). Beliau juga pernah memberi nilai B buatku di mata kuliah Komunikasi Optik (minoritas B, tidak ada A di kelas itu), dan membuat aku jadi harus menghabiskan liburan buat belajar komunikasi optik lebih serius — malu sama nilai.

Pak Zaini mewarnai masa kuliahku bahkan dari hari pertama – beliau adalah dosen waliku. Juga pengarah waktu aku jadi redaksi majalah Quad. Beliau suka becanda, tapi jarang tertawa. Jadi aku suka berbagi canda di ruang kerja beliau, sambil sama2 berkeras untuk tak tertawa. Pun sikap beliau di kelas tak jadi lunak. Ujian, jaket harus dilepas (itu agak jadi masalah buat aku). OK, aku cerita 2 episode dulu tentang Mr Zaini sekian tahun sebelumnya. Yang lain … lain hari.

Episode 1. Aku baru datang dari LPK Kopma — tempat aku cari uang jadi instruktur komputer. Tensi turun (kayak sekarang), pusing, dan kehujanan. Di pintu kelas, aku malah tanya ke Pak Zaini: “Hari ini kuis nggak Pak?” Beliau bertanya serius: “Kalau kuis kenapa?” Dan aku jawab: “Kalau kuis, saya mau masuk.” Beliau menyuruh masuk. Kelas penuh, jadi aku duduk paling depan. Pak Zaini mulai mengajar. Tapi … “Tapi nggak ada kuis. Kamu boleh istirahat saja,” kata beliau. Aku minta izin, “Boleh tidur di sini, Pak?” Dan tetap dengan muka sama2 serius, beliau membolehkan. Aku benar2 tidur di kelas, di kursi paling depan. Bangun, papan tulis sudah penuh skema dan berbagai huruf latin dan Yunani. Analisis transien dengan … aku langsung protes: “Yang di tengah kan short, Pak? Buat apa dihitung. Nantinya akan ke 0.” “Itu dia. Nantinya dia akan stabil di 0. Sebetulnya nggak usah dihitung. Yang bangun tidur saja tahu,” kata beliau. OK, aku belum ketinggalan. Jadi kuliah diteruskan.

Episode 2. Aku udah nggak punya kuliah yang dipegang Pak Zaini. Jadi aku mulai iseng main2 ke rumah beliau. (Aku nggak suka berakrab2 dengan dosen, kalau aku masih tergantung pada dosen itu. Ini efek dari zaman SMP, dimana guru2 doyan ngasih nilai bagus buat murid2 yang suka berakrab2 — I hate that). Kebetulan dosen pembimbing skripsiku rumahnya dekat beliau. Masuk rumah, aku lihat Pak Zaini sedang menggali2 taman. Memakamkan kertas2 ujian. “Mahasiswa kayak kamu, ingat Bismillah hanya waktu ujian. Ditulis lagi. Jadi nggak bisa dibakar, dan tentu nggak bisa dijual. Dikubur saja.” “Saya nggak bantu ya Pak. Pusing nih.” Beliau senyum. Trus aku berbaring di kursi malas, dan beliau mengambilkan air jeruk, dan meneruskan menggali2 tanah. Bener2 mahasiswa kurang ajar. Tapi aku lelah :). Selesai, kami nonton Jurassic Park :). Duh, masih ingat. Kacau.

Pak Zaini sudah sempat operasi jantung 9x. Jadi amat ajaib bahwa beliau sempat ikut menjemput aku ke airport. Benar2 kejutan luar biasa. Kami langsung ke kampus. Di tengah jalan, beliau sempat menyampaikan keheranannya bahwa beliau masih bisa hidup setelah melalui 9x operasi jantung itu. Aku riang saja menyampaikan bahwa tampaknya ada hal yang harus beliau lakukan sebelum suatu hari kita semua pergi. Itu diskusi sambil ketawa-ketawa. Sambil bahas urusan jabulani si bola ajaib. Dan Smith Chart, haha. Kampus cukup dekat dari airport, jadi tak lama kami sudah sampai Departemen Teknik Elektro Unibraw. Satu sesi kopi dulu buat menyegarkan pagi. Tak lama bergabunglah Ary Murti yang baru menjemput Arief Hamdani ke stasiun. Kami langsung masuk ke salah satu ruang kelas.

Kelas terisi sekitar 80 orang, termasuk beberapa dosen, dan dosen senior. Ada Mr Dhofir yang dulu menghadiahiku nilai A untuk Teori Medan (dan membuatku doyan menulisi Maxwell Equation di mana2). Ada Mr Wahyu, yang tugas2 seminarnya dulu bikin panik, tapi bikin aku mendadak pintar bahasa Inggris (reading, skimming, etc). Serius, Mr Wahyu ini salah satu yang paling berjasa bikin aku bisa bahasa Inggris :) — tak termasuk speaking :). Ada Mr Daru, teman seangkatanku, yang dulu doyan naik gunung dan tempat 2 liar seantero Nusantara. Lucu juga temen seangkatanku ni — wajahnya nggak berubah. Ada … eh, kuliah dimulai.

Kuliah ini bertema 4G Mobile Network. Materinya tak jauh dari yang sering disampaikan di forum2 IEEE. Tapi ada yang menarik. Teman2 di Unibraw ternyata sudah cukup mendalami technology behind 4G. Aku banyak melakukan skip2, sambil cukup memberikan simpulan2 di titik2 tertentu. Lalu Arief Hamdani menjelaskan soal LTE, including oleh2 info terbaru dari LTE Summit di Amsterdam bulan sebelumnya. Lebih menarik lagi, tanya jawab langsung terjadi, dan langsung menembak bagian2 kritis; baik pada teknologi, implementasi, hingga arah bisnis. Surprise juga :). Di kampus lain mahasiswa tak seaktif ini, terutama di depan dosen2 mereka. Aku serasa kembali sekian tahun lalu, waktu berdebat panjang dengan Widiyanto dan Sigit Shalako tentang perlunya membuat Workshop Mahasiswa yang melengkapi materi kuliah dosen. Kekurangajaran kami tak unik — itu tradisi yang berlanjut sampai sekarang. Ary Murti memancing dengan bercerita tentang IEEE Student Branches yang mulai didirikan di kampus2 tetangga. Mudah2an pancingannya berhasil :).

Sayang, waktu terlalu singkat. Arief Hamdani langsung meluncur ke Juanda Airport mengejar pesawat untuk kembali ke Jakarta. Aku meneruskan diskusi tentang Mobile Content (context-aware applications). Lalu mengakhiri kuliah. Trus lunch rawon dengkul di Jl Ijen. OK, mungkin kolesterolnya tinggi, masih dengan Mr Zaini dan Mr Sholeh. But it was my birthday. Boleh donk pesta :).

Sisa hari dihabiskan dengan menemani Ary Murti ke Kompetisi Robotika Antar Universitas yang diselenggarakan di Univ Muhammadiyah Malang. Kebetulan Ketua Dewan Juri-nya Dr Wahidin Wahab — juga salah satu past chair dari IEEE Indonesia Section. Kompetisi yang sungguh menarik. Aku baru sadar bahwa mahasiswa Indonesia sudah sedemikian advanced-nya merancang prototype robot2 dengan berbagai tugas (pemadam kebakaran, penari, dll). Dan tak terasa Malang memasuki tengah malam. Dinner di dekat Pulosari. Lalu … z z z z z.

Dan paginya Garuda menerbangkan aku lagi ke Jakarta. Siang dink. Delay 2 jam. Tak apa. Aku berterima kasih bahwa Garuda memberiku delay waktu pulang, bukan waktu berangkat ke Malang. Plus, delay sambil melihat lereng Gunung Semeru dan Gunung Arjuno, itu seperti bonus tambahan untuk trip hari ini. Luggage yang sempat kosong, kali ini diisi kripik tempe, kripik apel, kripik salak, dll.

Nukov

Belum satu jam sejak Garuda meluncuri lintasan di samping lereng Gunung Arjuna yang memukau itu dan melandas di Abdurrahman Saleh Airport, aku sudah berada di tempat yang seperti mimpi itu: Halaman SMA Negeri 3 Malang. Dan aku harus menulis namaku di daftar absen. Dan aku harus menulis nama di nametag. Aku pakai dua nama yang dulu aku pakai di sini: Kuncoro dan Nukov. Yang pertama buat guru2, dan yang kedua buat teman2. Koen hanya tertempel di mading (offline blog) waktu itu (pun jarang).

Bertahun kadang aku dikunjungi mimpi yang sama. Bahwa suatu hari kami harus kembali ke sini. Tapi dalam mimpi itu, kami mengenakan seragam putih abu2, kembali masuk ke kelas masing2, dan meneruskan diskusi yang dulu tertunda, dipimpin Walikelas III. Kali ini diskusinya diperkaya dengan apa yang kami pelajari setelah lulus dan setelah mengelanai dunia. Duh mimpi. Dalam realita, hari itu kami harus pakai kaos yang didesain serupa dengan yang kami pakai waktu masih kelas I, waktu kaon didesain dengan optimasi harga pewarna :). Lucunya, di dalam kaos itu, kami kehilangan semua waktu berpisah. Rasanya kayak baru berpisah 3-4 bulan dengan makhluk2 yang mukanya nggak jauh berubah. Cuman the ladies banyak yang sudah pakai kerudung, dan the gentlemen banyak yang sudah gemuk. Ah, klasik.

Nukov sebenarnya bukan satu2nya namaku. Dulu (eh, 3 bulan lalu) aku jadi wapimred, baik untuk mading maupun majalah Gema. Kadang banyak tulisan yang masuk dari rekan2. Tapi kadang hampir tak ada satu pun. Sementara setiap minggu (dan kemudian setiap dua minggu) mading harus diupdate seluruhnya. Jadi untuk mengisinya, aku harus banyak menulis juga. Dan daripada banyak nama “CrVaçtu” di sana, aku pakai nama2 lain: Cruiser, Neko Niichisan, Nukov, dll. Tapi entah kenapa pimred kami, Handy, menganggap nama Nukov itu lucu. Jadi suatu hari di sekitar 3 bulan yang lalu itu, dia meneriakiku dari lapangan basket: NUUKOOOOOV! Dan semua orang jadi memanggilku Nukov. Aku jadi merasa nama itu lucu juga, lama2 :).

Sayangnya Handy tak hadir kemarin. Seperti banyak makhluk Bhawikarsu lain, dia luar biasa. Dulu kepsek kami diganti. Penggantinya berbeda sekali dengan pendahulunya, dan membuat kami kurang nyaman. Dan tentu sindiran plus protes dilampiaskan para siswa ke mading. Waktu sekali lagi kepsek itu melakukan pungutan kurang jelas, salah satu siswa (bukan redaksi) mengirim kartun protes. Kartun :). Aku lagi sendirian hari Minggu itu. Aku pikir kartun itu selain amat lucu, juga konteksnya pas, biarpun sarkatis. Aku pasang. Trus aku pulang. Dan tentu saja di hari Senin, itu jadi masalah besar. Pimred dipanggil. Aku menawarkan diri menemani. Tapi Mr Handy Trisakti cuman bilang: «Aku penanggung jawab»  trus dia masuk ruang kepsek sendirian. Aku sempat berpikir bahwa aku sedang menghadapi HB Jassin.

Percuma menggunakan nama samaran yang berbeda, kalau gaya kita menulis tak berbeda. Maka CrVaçtu menulis essai serius tapi santai, becanda tanpa melupakan EYD (di sisi grammar, bukan di sisi kosa kata). Neko Niichisan mengasuh English Corner dan Dasar Bahasa Jepang (sekarang sudah lupa semua). Cruiser artikel2 kecil, dan jokes in Indonesian and English. Nukov, apa yang tersisa? Chaos :). Permainan kosa kata ala CrVaçtu diekstrimkan. Esai dipelesetkan. Dll. Kurasa blog ini masih meneruskan gaya CrVaçtu, dengan EYD yang sudah dicemarkan dengan tata bahasa dari budaya2 lain. Buat yang sedang mempelajari Bahasa Indonesia baku, mohon jangan gunakan blog ini sebagai contoh.

Nama2 samaran juga suka jadi masalah. Nama samaran yang bukan samaran, CrVaçtu, aku tulis di buku2, LKS, lab reports, dll. Jadi kalau hilang, tidak semua rekan tahu ke mana harus mengembalikan buku itu. Seorang teman, Antin, yang menemukan lap report-ku dari Lab Kimia, hanya bisa menebak itu report-ku bukan dari nama CrVaçtu, tapi «Soalnya banyak huruf2 asing di dalamnya. Siapa lagi kalau bukan kamu.» Haha, aku masih ingat beberapa kata asing untuk kimia. Tapi sebagian lagi lupa. Dan di kelas, tumben Bu Zaenab (calculus wizard) kami nekat mengumpulkan buku untuk checking siapa yang bener2 bikin PR. Peristiwa langka. Beliau tertib sekali. Jadi buku harus rapi (hah, buku matematika bisa rapi?). Satu per satu dipanggil untuk menerima bukunya. Tapi bukuku ditahan. Tinggal satu. Aku maju mau ambil. Beliau melarang. “Itu bukan namamu. Memang namamu siapa?” Aku cari ide, dan untungnya tidak perlu lama. “Wastu, Bu.” Beliau melirik nama crVaçtu dengan font acakadut itu, terus mengembalikan tanpa komentar. Di reuni minggu lalu, Calculus Wizard ini termasuk yang bersedia hadir. Duh, jadi terharu ketemu beliau, masih dengan mata cerdas dan gaya acuhnya. Diadu kalkulus, kayaknya aku masih bakal kalah — thanks to MathCAD.

Eh, aku tadi menyebut kimia. Entah kenapa guru2 kimia kami keren2. Aku jadi terpaksa memaksa diri punya nilai tinggi di Kimia. I mean, kita perlu kecerdasan untuk bisa bagus di matematika. Tapi untuk juga bagus di kimia, selain memanfaatkan kecerdasan, kita juga harus meluangkan waktu untuk banyak menghafal. Aku jadi harus banyak baca buku gituan di balik selimut tipis pada udara malam Malang yang … brrr. Tak mengecewakan sih hasilnya. Cuman para guru itu umumnya tak terkesan. Salah satu seniorku dulu namanya Dimitri Mahayana. Dia doolooo selaaloo punya nilai yang bagusnya ajaib. Dan setelah itu tak ada lagi murid yang lebih mengesankan, haha :). Eh, one day, selimutku di rumah diganti yang lebih tebal dan lebih hangat, dan nilai kimiaku sempat turun, haha :). Salah satu guru kimia, Bu Rukmini, kemarin hadir, dan kami sempat berbincang panjang. Masih tentang kimia. Gila nggak sih?

Dan sesuai isi mimpi, harusnya kami diskusi dipimpin Wali Kelas III. Beliau namanya Bu Henny, sekaligus mengajar Fisika. Ketemu beliau, aku langsung menjabat tangannya, bertanya apa kabar, dan dengan ceria bertanya «Masih ingat saya nggak, Bu?» Beliau tersenyum manis, dan menjawab tenang «Nggak. Duh. Nggak sama sekali.» Hihihi :).

Heh, oh ya, di zaman Nukov ini juga pertama kali aku baca teks dari Derrida — «There is nothing outside the text». Waktu itu aku belum paham :). Sekarang? Heh, there is nothing outside the tweet :).

© 2024 Kuncoro++

Theme by Anders NorénUp ↑