Month: November 2008

Presentasi

Je me presente, je m’appelle …,” gitu diajarkan Mbak Rossi di hari pertama aku belajar Bahasa Perancis. Huh, mempresentasikan diri :). Sesuatu yang berat buat aku; yang bahkan memperkenalkan diri pun terlalu terhambat. Sekedar menjawab, “Kamu dari mana?” pun tidak pernah merasa mudah dan nyaman. Harus cari pegangan kursi atau setidaknya ballpen, untuk mulai menyusun kata-kata.

Aku “beruntung” tumbuh di sistem pendidikan Indonesia masa lalu, yang memaksa kita berpikir cerdas dan kritis, tetapi tidak memaksa kita berkomunikasi lisan dengan baik. Tidak ada ruang diskusi yang memadai. Sebagian besar diskusi hanya ada dalam pikiran, dan hasilnya harus ditulis. “Beruntung” — karena aku merasa nyaman dengan itu :).

Tapi waktu kuliah, semua harus diubah. Ortu aku berbaik hati membayari SPP. Tapi uang saku, aku harus mulai cari sendiri. Bea siswa engineering crash program, jadi asisten di lab (duh seram), dan juga mulai mengajar. Ngajar komputer sih, di LPK. Seharusnya tak menyeramkan. Tapi ini cerita hari pertamaku. Aku berdiri di depan kelas; menarik nafas; menenangkan diri; menarik nafas lagi; terus keluar; menghadap Kabid Akademik; dan meminta beliau menggantikanku mendadak mengajar di hari pertama. Payah ya? That’s me :). Hari berikutnya, aku mulai harus berani. Dan menjadikan kegugupanku jadi bahan candaan bersama. Hey, itu menarik. “OK, rekan-rekan. Saya mulai gugup lagi. Jadi giliran rekan-rekan bersuara, bertanya, silakan.”

Presentasi di depan dosen killer lebih serem lagi. Bahkan waktu memberi tugas seminar, mata beliau sudah macam dementor gitu. Hiii. Bikin bahan seminar sih, OK aja. Tapi begitu hari H, aku menghabiskan waktu lebih lama setelah Shalat Dhuhur untuk berzikir. Eh, zikir itu lebih kuat dari apa pun. I mean it. Presentasi pun mengalir lancar. Dan berlanjut ke presentasi karya ilmiah yang lama2 jadi hobby-ku, sampai presentasi tugas akhir.

Aman? Nggak. Di luar kampus, aku masih lebih memilih tak bersuara. Survive kok :). Internet membantu kita kan? Diskusi di mail group, di forum. Kalau sempat presentasi pun, paling soal2 teknis. Sambil bawa alat bantu. Helpful banget.

Selingan sedikit waktu aku harus kabur ke Coventry. Sistem perkuliahan di sana mengharuskan kita sering presentasi. Kuliah, termasuk seminar, lalu membuat tugas individual, submit, lalu mempresentasikannya. Dosen2nya bukan hanya orang kampus, tetapi orang2 yang profesional di bidangnya. Kuliah regulasi misalnya, mengharuskan kita berpresentasi di depan petinggi OFCOM (badan regulasi komunikasi UK, sebelumnya bernama OFTEL). Ketatnya waktu membuat ketidakmampuan berkomunikasi harus dibuang sementara. “Ayolah, nggak ada waktu ngurusin soal nervous. Waktunya singkat!” Wow, membantu sekali. Alah bisa kerna terpaksa.

Pulang, aku harus bergeser profesi beberapa kali. Dari network ke IT, lalu ke product management. Di sini, situasi mulai berubah. Aku harus mulai mempresentasikan rencana produk ke rekan-rekan non teknologi. Aku pernah tulis juga di blog ini, tentang bagaimana aku harus menceritakan berbagai jenis teknologi paket data ke CSR. Aku memakai analogi untuk membantu mereka memahami. Tapi yang mungkin para CSR yang keren-keren itu belum tahu, aku juga melangkah melewati jembatan besar untuk bisa berpresentasi di depan publik melalui peran mereka sebagai pendengar yang aktif dan baik.

So, aku mulai bisa bercerita tentang network (Layer 0 sampai Layer 7), sejauh yang memang aku kuasai: NG(M)N, NGMS, IP/MPLS, lalu lompati beberapa layer di atas IP, langsung ke aplikasi. Haha, secara akademis dan historis, memang petanya kayak gitu sih. Cerita blog? Haha, itu sih buat iseng :).

Tapi sejujurnya, sampai sekarang, keharusan berpresentasi tetap bikin aku nervous :). I mean it. Itu udah bagian dari aku :).

Mengatasinya? Nggak bisa. Dilakukan aja. Bikin presentasi yang aku suka: suka merancangnya, suka menceritakannya. Lakukan presentasi tidak secara ekstrim. Sebagian rekan mempresentasikan diri, dan menjadikan Powerpoint sebagai background (I like it). Sebagian yang lain menjadikan Powerpoint sebagai presentasi, dan memposisikan diri sebagai petugas pemandu (boring!). Aku memilih jalan tengah. Kadang alur cerita dalam bentuk ide ada di cerita lisan, dan Powerpoint hanya sebagai background. Tapi kemudian kendali beralih ke rincian di Powerpoint, tempat hal2 detil harus dilihat pembaca (dan kenervousanku memperoleh waktu rehat). Rekan yang mencoba meminta salinan Powerpointku (biasanya aku berikan gratis ke siapa pun yang membutuhkan) biasanya protes: ada missing link. Ya sih. Sebagian presentasi memang bukan di file PPT, tapi di aku :).

Penutup, sedikit tentang PB2008. Pak Widi Nugroho, Boss aku, bikin aku panik dengan kirim SMS bahwa aku harus menggantikan CIO Pak Indra Utoyo di sesi Diskusi Panel di PB2008. Tapi tak lama, beliau mengirim teks, bahwa Pak Indra akan datang. Aku bebas. Tak lama juga, beliau kirim teks lagi, bahwa biarpun Pak Indra datang, tetap harus aku yang ke sesi Diskusi Panel. Duh, ternyata aku masih tidak merasa nyaman dengan ini. Beliau sih ketawa2 aja. “Di MetroTV aja berani kan, Koen?” Duh, beda atuh. Di depan cameraman rasanya lain dengan di depan 1000 blogger yang ganas-ganas. Hihi, alasan. Bukan itu sih. Alasan internal. Syukurnya, pada detik2 terakhir, peta berubah. Telkom tetap diwakili CIO kami, Pak Indra Utoyo. Thank you, Boss :).


Gb 1. Mainan laser pointer — obat gugup waktu presentasi :)

Vielsi

Di (luar kota) Sukabumi, salah satu santri menanyakan tentang penemu blog dan tokoh blog. Untuk tokoh blog, tentu aku menjawab dengan “YOU” :), karena inti Web 2.0 memang peran serta kita semua sebagai subyek informasi. Dan untuk penemu, aku harus mengakui bahwa itu akan tergantung pada definisi blog. Hey, santri harus diajak berfikir, bukan menghafal. Maka aku juga bercerita tentang sejarah komunikasi. Komunikasi wireless, misalnya. Sebelum seluler, ada radio, dan sebelumnya ada semafor, dan sebelumnya ada isyarat asap ala Indian. Inventor, kayak Newton bilang, memiliki visi lebih karena mereka juga berdiri di atas pundak inventor sebelumnya.

Begitulah, maka setelah radio, gelombang cahaya dipakai lagi: semafore melalui kabel optik; dan kemudian semafore cahaya melalui udara. Semafore model ini dinamai komunikasi cahaya tampak, visible light communications, VLC. Gugus tugas IEEE 802.15 (wireless personal area network) turut mengkaji kemungkinan memanfaatkan VLC sebagai salah satu metode komunikasi. Bayangkan: gelombang cahaya, dari warna merah sampai ungu, memiliki rentang hingga 300THz, sementara radio hanya sampai 300GHz. Juga radio sering harus dibatasi karena mengganggu sistem elektronika navigasi dan perangkat medik. Cahaya, di luar itu. Regulasi cahaya hanya perlu agar tidak mengganggu mata (dan estetika). Sementara ini memang pengkajian VLC baru untuk jarak pendek dan menengah, menemani bluetooth dan inframerah.

Dr Joachim Walewski, peneliti dari Siemens, menyatakan mampu melakukan transmisi data hingga 100Mb/s menggunakan cahaya tampak. Transmisi menggunakan LED putih berperforma tinggi, dan receiver menggunakan sensor foto. Tak buruk untuk sebuah awal. 300Mb/s itu mungkin sekali, kata Walewski. Komisi Eropa menindaklanjuti dengan menyusun proyek penelitian bernama OMEGA, bertujuan menyusun bakuan jaringan rumah ultra-broadband dengan kecepatan data 1Gb/s. Salah satu contohnya adalah kantor France Telecom di Paris. Di sana, lampu atap akan mengirimkan data berkecepatan 100Mb/s. Masalah yang mungkin timbul adalah interferensi. Dengan sinar matahari, misalnya. Tetapi ini hal biasa yang mudah tertangani secara teknis. Ingat: inframerah juga dipancarkan matahari, tetapi interferensinya dengan sinyal komunikasi inframerah bisa diminimalkan.

Aplikasi awal untuk VLC, dalam bayangan, misalnya: autentikasi identitas, e-payment, komunikasi data dalam rumah (menggantikan WiFi?), komunikasi informasi antar mobil (kalau mobil di depan mengerem mendadak, ia akan mengirim sinyal cahaya ke mobil di belakangnya, yang secara otomatis akan melakukan perlambatan atau hal lain yang diperlukan), dll. Aplikasi yang tidak menarik, contohnya adalah VLC untuk menggantikan remote control inframerah. Kalau anak2 kecil sedang berebut acara, mereka akan dapat memanfaatkan cahaya VLC untuk saling menyerang. Tak heran, salah satu yang akan sangat diperhatikan IEEE dalam standardisasi VLC adalah soal keselamatan mata. Walewski sendiri aktif mengirimkan draft bakuan keselamatan pemanfaatan radiasi cahaya tampak ini ke Gugus Tugas IEEE 802.18 (Penasehat Teknis Regulasi Radio). Yuk, kita tunggu, dan mulai berkreasi.

Santri Indigo

Program Santri Indigo adalah program nasional dari Republika dan Telkom, untuk menyebarluaskan komunikasi kreatif digital ke berbagai pesantren di tanah air. Berbeda dengan Internet Goes to School, program Santri Indigo ini umumnya bersifat lebih high profile, dalam arti bahwa hingga Menteri, Dirjen, atau Direktur Telkom pun bisa ikut turun dan memberikan pembekalan pada para santri. Koleksi amal ibadah sekalian melepas kangen ke pesantren yang bersuasana tentram. Maka aku rada heran bahwa Mr Dody Gozali (a.k.a. Senor Dominggo Gonzales) menelefonku dan menginstruksikan untuk ke Sukabumi untuk ikut dalam Santri Indigo angkatan keenam, tanggal 8 November. Tapi, demi tugas, dan sudah lama juga tak menjenguk pesantren, maka aku mengiyakan. Dan syukurlah, Mas Ary Mukti pun mendadak menunda officer meeting of IEEE Comsoc Indonesia Chapter yang tadinya dijadwalkan jatuh pada hari yang sama.

Bukan waktu yang pas. Aku dijadwalkan memberikan pembekalan hari Sabtu pagi. Hari Kamis, aku harus memberikan pembekalan ke rekan-rekan di Indigo Centre Surabaya. Air Asia berbaik hati menunda flight sampai lewat tengah malam. Jumat pagi, aku harus menyelesaikan semua tugas karena minggu ini aku harus dikarantina (hihi) dan tidak bisa mengakses dan diakses kantor. Jumat malam, materi untuk Santri Indigo baru bisa difinalkan. Tapi memang aku punya ide bahwa badanku lagi perlu rada disiksa :). Dan begitu aku mengiyakan, Republika langsung memasang iklan setengah halaman.

sekalilagirespublica

Duh, aku pikir tadinya speakernya cuman beberapa rekan dari Telkom Sukabumi, Divre III, dan Republika. Huh, masih high profile ternyata. Maka meluncurlah aku ke Sukabumi hari Sabtu 8 November itu. Perjalanan darat Bogor – Sukabumi umumnya diwarnai kemacetan rutin. Aku sudah berhitung: 5 pasar, 5 kemacetan. Jakarta – Bogor – Lido – Cicurug – Parungkuda – Cibadak – Sukabumi. Sesuai hitungan, kemacetan memang terjadi. Tetapi lebih daripada yang diperkirakan. Total perjalanan dari Tol Pondok Gede ke Sukabumi akhirnya memakan waktu 6 jam. Pesantren As-Syafiiyah berada 10 km di luar Sukabumi ke arah Cianjur. Kami memasuki Pesantren waktu adzan Ashar berkumandang, waktu hujan deras tanpa ampun menghiasi pesantren sejuk itu. Pak Indra Utoyo tengah dengan asyik dan akrabnya menceritakan masyarakat digital yang tengah dibangun oleh berbagai komunitas, termasuk Telkom.

Setelah Ashar, aku mulai berpresentasi. Hari Jumatnya, rekan-rekan dari Republika sudah mengajari para santri, bagaimana membuat blog (Blogspot dan WordPress), mencari gagasan menulis, gaya menulis blog, serta memilih plus mengedit template. Hasilnya keren-keren. Aku cukup menambahi dengan hal2 sekitar … ada apa setelah blog: mengapa blog ada dan perlu ada, bagaimana blog bisa punya nilai lebih, bagaimana blog bisa berinteraksi, bagaimana blog kita didengar dunia, dll. Pernak-pernik blog, dan social networks. Tak terasa 2 jam berlalu, lengkap dengan tanya jawab interaktif. Duh, para santri ini. Ceria, penuh ide, cerdas. Dan jail. Jail! Mau menyemestakan hikmah, tapi jail :). Ceria mereka bikin hari ini jadi hari yang paling indah sepanjang November :). Presentasi aku tutup dengan halaman bertuliskan “To be continued.” Ini belum berakhir. Ini harus berlanjut dengan karya2 mereka. Dan mereka benjanji untuk terus menulis dan berkreasi, serta menyemestakan karya mereka melalui Internet.

Sayangnya, tak bisa berlama2 aku di sana. Setelah Maghrib di tempat yang tenang (hujan sudah berhenti) dan sejuk (tetapi tak dingin) itu, kami harus kembali ke Jakarta. Sudah malam, dan sudah tak macet lagi. Jam 23 kami masuk Jakarta. Beberes. Jam 8 pagi harus berangkat ke Bandung. Life goes on :). With smile :).

© 2025 Kuncoro++

Theme by Anders NorenUp ↑