Decaf

Demi gerakan sayang perut (yang lagi-lagi kena serangan gastritik kronik), terpaksa kita menghindari kafein. Dan yang terpikir pertama pasti bukan teh atau cokelat, tapi kopi. (Padahal teh memiliki kadar kafein lebih tinggi, tapi ini udah pernah ditulis di sini).

Menghindari kopi? Trus siapa yang nemenin memicu semangat di kubikel? Wagner? Bisa perang kalau Wagner dipasang dari pagi sampai sore. Jadi beberapa hari ini aku berburu kopi dekaf sekeliling Bandung. Nggak segampang kedengerannya. BSM yang arsenal kopinya kayaknya paling banyak pun cuma menyisakan kertas bertulis “habis”.

Tapi akhirnya hari ini ketemu juga sama si dekaf :). Nescafe Decaffeinated Gold. Yummie. Perfect juga yang satu ini: rasanya bener-bener rasa kopi, nggak kayak kopi yang udah dikerjain. Malah rasa asam khas Nescafe yang menyebalkan itu hilang.

Bisa lah nerusin jadi maniak kopi yang masih ramah sama perut.