Ada hal menarik minggu ini. Weekend lalu, Ditjen Dikti menerbitkan kebijakan yang mengharuskan para mahasiswa tingka S1, S2, dan S3 untuk menerbitkan paper di jurnal (untuk S1), jurnal terakreditasi Dikti (untuk S2), dan jurnal internasional (untuk S3). Penerbitan paper ini menjadi syarat bagi kelulusan di setiap level itu. Kebijakan ini dapat disimak pada Situs Ditjen Dikti. Ada kebijakan lain beberapa minggu sebelumnya, yang menetapkan bahwa jurnal-jurnal yang diakui adalah jurnal yang juga dapat diakses secara online.
Aku sempat menyinggung soal ini, baik di Twitter maupun Facebook. Dan karena ini adalah soal akademis, tanggapan yang masuk pun bernada jernih, dengan kadar pro dan kontra tertentu pada setiap pendapat.
Kebijakan itu sebenarnya bertujuan baik. Saat ini, di luar kampus, kepakaran akademis masyarakat Indonesia tidak menarik sama sekali. Kemampuan berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan, sangat rendah — tak mampu mengeksplorasi gagasan yang dalam, kompleks, apalagi melintas bidang. Komunikasi publik di Indonesia memang terkenal ramai. Indonesia jago di Twitter, Facebook, blog. Tapi komunikasinya dangkal, dengan argumen dan gagasan yang tak tergali. Komunikasi publik bersifat instan, tak lebih dalam dari komunikasi transaksi barang dagangan. Surat dari Dikti yang membandingkan kita dengan Malaysia pun valid dan menyentak. Tak perlu dengan UK, Jepang, dll; dengan tetangga pun kita jadi tampak primitif.
Keharusan menulis paper dalam konteks ini jadi relevan. Bukan hanya untuk mengejar terget angka yang bisa dibandingkan dengan negeri jiran, tentu. Somehow kita harus menyelamatkan dan menumbuhkan komunikasi publik dan komunikasi akademis yang lebih cerdas di masa mendatang. Paper, yang direview oleh sejawat seprofesi, adalah pendekatan yang jauh lebih baik daripada kolom atau artikel di media, yang direview sesuai selera editor atau sebaliknya oleh officer yang mungkin memiliki kompetensi berbeda. Paper juga tidak bisa digantikan oleh self-publishing text yang sebagian besar masih tanpa review. Memang tidak ada sesuatu yang sempurna; tetapi paper dengan peer-review masih menjadi pilihan terbaik dalam transaksi ide dan informasi ilmiah.
Yang mengkhawatirkan dari kebijakan ini memang gayanya yang mendadak. BTW, kapan kebijakan ini harus mulai berlaku? Apakah seketika berlaku, atau perlu memperoleh semacam ratifikasi dari kampus? Atau — seperti banyak kebijakan lain — tidak dijalankan sebelum juklak dibuat. Banyak hal tak menarik bisa timbul dari kebijakan yang mendadak diberlakukan. Kesiapan jurnal-jurnal misalnya. Cukupkah jumlah jurnal per bidang studi, dan kapasitas pengolahan paper setiap jurnal itu, menghadapi kebutuhan kelulusan mahasiswa (terutama S1) yang membanjir setiap tahun. Banyak kampus yang selama ini sudah menghalalkan segala cara untuk meluluskan mahasiswanya, agar bisa segera terlepas dari mahasiswa lama dan bisa menerima mahasiswa baru. Pemaksaan ini bisa berakibat terbitnya paper-paper sampah di jurnal-jurnal yang mendadak akan turun kualitasnya juga.
Aku rasa pemerintah harus belajar untuk mengimplementasikan kebijakan yang bijak dengan cara yang bijak juga: mempersiapkan, menumbuhkan, mendukung, dan mengajak serta komunitas akademis. Dengan demikian, tidak akan terjadi penolakan atau implementasi yang kontraproduktif.
Ada pendapat lain mengenai ini?
Sementara itu, khusus masyarakat ICT, IEEE Indonesia Section tahun ini akan menyelenggarakan setidaknya tiga konferensi dan satu simposium, tempat kita bisa memasukkan paper, mempresentasikan, dan menyaksikannya diterbitkan di IEEE Explore nan bergengsi itu. Sila simak:
- IEEE International Conference on Computational Intelligence and Cybernetics (CyberneticsCom) [info] [site]
- IEEE International Conference on Communication, Networks and Satellite (ComNetSat) [info] [site]
- IEEE Conference on Control, Systems & Industrial Informatics (ICCSII) [info] [site]
- IEEE Symposium on Green Technology and Systems (ISGTS) [info] [site]
Tentu masih ada jurnal online Indonesia Internetworking Journal, yang menerima paper dalam Bahasa Inggris (diutamakan) dan Bahasa Indonesia mengenai berbagai aspek ICT dengan penekanan pada implementasi di Indonesia.