Paradox Farnon Lagi

Darrowby, setting menjelang PD II.

Si tua Bailey dari T’Council House berjalan tertatih-tatih ke Skeldale House, membawa anjingnya. James Herriot mempersilakannya meletakkan anjingnya di meja praktek, tapi akhirnya James harus mengangkatnya sendiri. Si tua terkena arthritis, dan tidak kuat lagi mengangkat beban. Anjingnya juga sudah tua, terus terbatuk-batuk. “Kena bronkitis,” analisis James, “Dan kelihatannya nggak bisa sembuh. Tapi perlu diberi obat kalau situasi memburuk.”

James menyuntik si anjing dan memberi 20 tablet.

“Bayar berapa?” tanya Pak Tua. Tepat pada saat itu James melihat celana panjang Pak Tua yang sudah berlubang. “Nggak usah bayar,” kata James, “Yang penting berikan obatnya secara teratur.”

Kasus selesai. Tapi Siegfried ada di situ, dan kita ingat dia manusia paling logical yang ada di muka bumi bagian Darrowby. “Kenapa sih, pakai kerja cuma-cuma, katanya.” Dan alasan Siegfried bukan soal kepelitan. Situasi ekonomi masa itu memang kurang baik. Dan harga obat mahal. Kalau terus mengasihani orang, usaha akan ambruk, dan tak seorangpun lagi yang dapat tertolong. Argumen logik yang khas, dan sering terdengar bahkan sampai hari ini di korporate-korporate raksasa sekalipun. James cuma bisa memendam kejengkelan.

Tapi Bailey datang lagi minggu berikutnya, dan James mendapati Siegfried sedang menyuntik anjingnya lagi.
“Pak Herriot benar, Pak Bailey,” gitu terdengar, “Batuknya bisa seumur hidup. Tapi kalau memburuk, Anda harus membawanya ke sini lagi.”
“Terima kasih Pak. Berapa biayanya?”
“Ehm … errrh … iya … biayanya … errr …nggak usah lah.”
“Jangan gratis lagi, Pak Farnon.”
“Sssh, jangan dibahas lagi. Dan bawa tas ini. Ada 100 tablet di dalamnya. Kayaknya anjing itu perlu banyak obat juga.”
Pada saat itu Siegfried kita melihat lutut Pak Tua. “Tunggu,” katanya. Lalu terjadi ritual khas, lengkap dengan suara koin berjatuhan, dan gunting bergesekan dengan termometer, pembuka botol, dan benang-benang, yang selalu terjadi kalau Siegfried berusaha mengambil uang kertas, diakhiri dengan teriakan kemenangan.

“Ambillah.” katanya. Bailey sudah paham sekarang bahwa perlawanan itu mustahil. Jadi diterimanya uang itu. “Sekarang pulanglah,” kata Siegfried. Di pintu, Siegfried baru sadar bahwa Pak Tua itu kena arthritis. Dan di ujung session ini, Siegfried mengeluarkan mobilnya buat mengantar si Pak Tua pulang.

Apa kalau kita punya perasaan, trus segalanya runtuh? Sampai kedua dokter pensiun kemudian meninggal di tahun 1990-an, usaha praktek dokter hewan mereka tidak pernah runtuh. Cuman memang jadi penuh paradox ajaib versi Siegfried Farnon.