Agama dan Diskursus

Dan yang selalu ditembakkan balik ke aku, adalah soal agama. Waktu aku tulis soal keanekaragaman diskursus di milis asasi@, seorang sohib senior menembak dengan soal ulama, bahkan nabi, yang tentu pola pikirnya tetap menempati sebuah domain saja. Aku nggak mau nulis jawabanku di sini. Lain kali, barangkali. Tapi selalu soal agama ini yang dijadikan sasaran buat menembak :). Barangkali memang kesannya aku orang liberal yang memilih hidup sebagai orang konservatif (haha). Aku cuman bisa menertawakan adanya kategori konservatif dan liberal.

Aliran diskursus kita lebih liar dari kategori yang sudah kita bentuk. Kita jam 6.00 pagi jadi konservatif soal X dan liberal soal Y, dan jam 6.15 barangkali soalnya lain lagi. Itu cuman dinamika pikiran harian.

Orang sendiri tampaknya terlalu suka mempertengkarkan soal agama, seolah-olah agama adalah hal yang lebih serius daripada soal-soal lain. Bukan tempatnya di sini untuk menulis bahwa agama bukan hal serius. Paling yang aku tulis adalah: agama, walaupun tentu bersifat formal, barangkali lebih pas dijalankan secara informal.

Agak mirip dengan cerita dua anak di Arab. Kedua anak itu sedang bermain. Waktu terdengan suara adzan di kejauhan, keduanya berhenti bermain. Satu menemukan daun lebar, lalu shalat di tanah dengan kepala dialasi daun itu. Satu lagi tak menemukan daun, jadi shalat di atas tanah saja. Itu jadi hal harian aja. Tapi yang jadi cerita sebenernya bukan soal ini.

Aku lihat di site-site antar agama, agama-agama diperbandingkan dengan mengkaji kitab masing-masing, mengajukan kritik dan celaan, kemudian melakukan pembelaan, dan jadi bertele-tele tanpa ujung dan tanpa kesimpulan. Tak akan jadi kesimpulan, kalau memang diskurusnya sudah ditata terpisah (Eh, ini udah dibahas beberapa bulan lalu). Dan tak ada yang mempertanyakan: emang ada gunanya?

Kenapa tak memecahkan suatu masalah saja, dan memberikan perspektif masing-masing dari sudut pikiran masing-masing — pikiran yang tentu memiliki sistem operasi berupa agama dan pandangan hidup masing-masing. Yahudi tak selalu berarti Taurat, Kristen tak selalu tentang Yesus dan Injil, Islam tak selalu soal Quran dan Hadist. Agama tak selalu hanya soal-soal itu? Agama juga selalu soal penanggulangan banjir, soal rokok dan narkotika, soal infrastruktur informasi, dan hal-hal yang membuat kita konsisten menjalani amanah hidup sebagai rahmatan lil alamin.